Memilih Pasangan
Teringat
dengan beberapa baris kata yang sering sekali terekam di dalam kepala,
“Tak perlu menuntut yang sempurna, dan mempersulit keadaan yang
sebenarnya sederhana. Sebab padamu juga kelemahan itu selalu ada. Yang
benar adalah sempurnakanlah niat awal kita, jika ia penuh berkah dan
ridha dari-Nya, maka titik kemuliaan menjadi seorang manusia, Insya
Allah akan dimudahkan
oleh Allah untuk ada dalam diri kita.”
Ada juga sebuah selentingan yang cukup “menggigit”,
“Semakin banyak kriteria, semakin banyak syarat, semakin banyak
keinginan, maka bersiap-siaplah kecewa. Apa penyebabnya? Karena bisa
jadi yang diharapkan tak seindah realita, yang disyaratkan tak sempurna
dalam lakunya. Maka berharap menemukan seseorang dalam kesempurnaan
hanya membuat yang sederhana menjadi rumit dan tak mudah untuk dicerna.”
Tentang penggalan kalimat kedua di atas. saya (lagi-lagi)
teringat buku Serial Cinta-nya Anis Matta, di topik “Mengelola
Ketidaksempurnaan”.
“Apa lagi ketampanan yang tersisa di dunia
ini ketika telah dibagi habis kepada Nabi Muhammad SAW, dan Yusuf AS.
Dan kecantikan yang telah disempurnakan kepada Sarah istri Ibrahim AS
dan Khadijah RA Istri Rasulullah. Hingga pesona kebajikan pun telah
direnggut habis oleh Utsman bin Affan dan keluruhan budi telah dimiliki
secara purna oleh Aisyah RA”.
Lalu apa yang tersisa bagi kita
manusia? Kita hanya terbagi sedikit (kalaupun ada) keshalihan-keshalihan
para salafushalih yang telah hidup dalam cinta pada-Nya secara
sempurna. Maka mengharap sebuah kesempurnaan pada seseorang, apalagi
ukurannya adalah cantik, kaya, punya kedudukan, juga sangat shalih tanpa
cela. Maka bersiap-siaplah kecewa serta bersiap-siaplah untuk terpasung
dalam kerumitan. karena mencari satu dari sekian banyak pasangan jiwa
dengan kriteria di atas, tak lebih hanya menyulitkan keadaan dan
memperkecil kesempatan.
Tapi ini soal SELERA? Ini soal pasangan
jiwa yang akan kita punya seumur hidup kita? Kalau kita tak CINTA, kita
tak TERTARIK, bisa kacau akhirnya?
Karena jawaban-jawaban
inilah. Kita tengok saja hati-hati kita. Sebab jika NIAT Lillahi Ta'ala,
maka kemuliaan pernikahan akan sangat jauh kedekatannya dengan
nilai-nilai DUNIA. Ia hanya lekat dengan sebuah tujuan sederhana,
“Menikah untuk membuatku lebih cinta pada-Nya, lebih tenteram beribadah
kepada-Nya, menjaga kehormatan dan farj-ku dari kemaksiatan, dan
menyempurnakan agamaku dan agamanya agar jauh lebih menghamba”. Jika ini
terpasung kuat di dalam diri. Maka tambahan kriteria-kriteria lain yang
lebih terkesan dunia, Insya Allah akan mulai mudah hilang dalam
hitungan waktu yang berikutnya.
Sebagai kalimat penutup, saya
ingin menuliskan barisan kalimat sederhana berikut : “Ukurlah diri...
Berkacalah sedetail mungkin. Karena bisa saja CELA itu jauh lebih banyak
dibanding kriteria yang telah diinginkan. Maka tanyalah pada hati yang
jernih agar bisa memberi fatwa. Manakah patokan yang harus kau pakai.
Jangan sampai hanya ukuran dunia yang menjadi tujuan kita”.....
@dakwana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar